Inkubator Gratis untuk Nusantara
April 10, 2019Saatnya Jadi Bermakna (5 Agustus 2017)
April 10, 2019Kini kerap kita menjumpai anak muda yang gelisah, tak mampu mengambil keputusan, selalu merasa insecure, dan seterusnya. Hampir sebagian besar mereka sudah pasti hidupnya tak bahagia. Kalau sudah begitu sikap berlarut-larut dan merasa susah sendirilah yang tumbuh. Ini gawat! Anak muda kita darurat mentalitas. Dan banyak diantaranya yang tak berdamai dengan masa lalu, mencari pembenaran, dan merangkai skenario yang sesuai dengan perasaannya. Di social media, mereka gemar berkomentar sinis, bahkan menyakiti yang lain. Sebuah potret memilukan dari generasi penerus di era baru. Jelas ini tidak bisa kita tutup-tutupi dan diamkan, melainkan harus kita benahi bersama.
HarmoniLantas apa yang membuat negara kita tak pernah maju karena ketidakbahagiaan tadi? Indikatornya sederhana: harmoni. Amatilah keseharian kolega anda di kantor. Lihatlah bagaimana mereka melakukan pekerjaannya: punya nilai tambah, memberi lebih, dan rela berkorban, atau justru sebaliknya. Begitu juga dengan orientasi teman-teman sekitar anda dalam bekerja: gaji tinggi dan kemudahan, atau ingin melayani dan membuat sebuah tindakan bermakna. Nyaris tak ada harmoni antara apa yang harusnya menjadi pegangan kita dengan realita yang kita saksikan hari ini. Dan sekarang kita sudah mulai merasakan dampaknya: semangat saling memperhatikan dan membantu satu dengan yang lain makin tergerus. Padahal kia semua paham persis bahagia itu sebuah efek tular bila dibagikan. Kata Gandhi, “Happiness is when what you think, what you say, and what you do are in harmony.” Harmoni itu hanya bias diwujudkan dengan keterlibatan kolektif kita semua. Dan itu hanya akan terjadi bila seluruh elemen melepas diri dari belenggu merasa terancam dan melulu menguasai.
Baiklah. Saatnya mengajak anda melihat perspektif dari sisi lain. Isnul Jumrohtul Jannah, mengisi hari-harinya saat ini sebagai pejuang kesehatan di Mamuju Utara. Apa saja yang ia lakukan? Bergabung dengan Pencerah Nusantara, ia mengambil sebuah langkah penting dalam hidupnya, berangkat ke desa terpencil memberikan layanan kesehatan untuk yang hidupnya jauh dari sejahtera. Bukan tanpa perjuangan, ia bersama rekan-rekannya harus menempuh berpuluh-puluh kilometer, melewati jalan bebatuan dan berlumpur. Tak jarang pula menyusuri sungai dan menyeberangi jembatan tanpa pengaman. Tapi nyalinya tak surut karena hal-hal demikian. Ia justru malah berani melalui segala kesulitan dengan penuh keceriaan. Semua dilakukan demi tercapainya layanan kesehatan yang merata.
Ke depan, ia ingin membangun sebuah rumah sakit berbasis social enterprise. Pertemuan dengan warga kurang beruntung membuatnya menyadari betapa sulitnya mendapatkan akses kesehatan menyeluruh di daerah pelosok. Namun semua itu tidak menghalanginya menjadi bidan yang dekat dengan masyarakat. Ia berujar, “Memang tidak mudah membuat perubahan, namun tak terasa berat jika diperjuangkan dengan lapang.”
Penggugah SosialInti dari penggugah sosial adalah berbagi dan memberi lebih. Benar. Semangat penggugah sosial itu dating dari semangat berbagi. Ia harus berkarya nyata untuk sosial. Lebih dari itu, ia harus mengurus, membenahi, memberdayakan, dan menyejahterakan alam semesta dan sekitarnya; terutama yang selama ini tak terurus, tak terberdayakan, dan belum tersejahterakan. Itulah penggugah sosial sejati. Ia hanya ingin melayani, menolong, mengabdi, berbuat kebaikan, dan seterusnya. Dan ia berpegang teguh, “We are to take the very good care of this world and its people, not to ask for granted.”
Kisah lainnya menghadirkan pejuang sosial dari daerah Timur. Kali ini datang dari Nusa Tenggara Timur. Ya. Redemta Bunga berhasil membuat bertualang tidak hanya jadi sekedar hobi dan kesenangan belaka saja; tapi hal paling membahagiakan. Bersama sejumlah temannya, ia mendirikan sejumlah komunitas traveling, mengadakan perjalanan ke berbagai tempat rekreasi alam di Indonesia. Mulai dari pantai, gunung, danau, hingga laut terdalam. Motto nya, “Travel is Sharing”. Berbagi apa? Pertama, mengangkat (lagi) pariwisata kita -khususnya Flores- dan menggugah mata dunia melaluinya. Kedua, berbagi keindahan alam pada yang tak pernah melihat. Dan yang paling utama ialah menemukan jalan memenuhi diri dengan kebahagiaan.
Lantas apa yang ia dapatkan? Lewat kegiatannya, ia belajar bahwa mengajak orang membuka diri berarti mengajak langsung berinteraksi dengan alam. Barulah akan terlihat apa yang selama ini membuat mereka sulit membaur, enggan menerima / mendengarkan pendapat, serta mudah menaruh rasa curiga. Tak banyak yang memahami bahwa hal-hal demikian sesungguhnya telah menguras bangsa kita, menjauhkannya dari kebahagiaan. Hanya dengan keterbukaan dan kebersamaan lah bias membuat sebuah bangsa yang bahagia terwujud. Sampai disini kita perlu bertanya, “Masihkah kita berada dalam rasa takut, cemas, menyesal, dan perasaan negatif lainnya?”
Dan ternyata sebagian hasilnya disumbangkan untuk rakyat sekitar Flores yang hidupnya kurang beruntung. Anda bias melihat detail keseluruhannya di website Socio Traveler (www.go-socio-traveler.com); dapat ditelusuri di Google dengan kata kunci “socio traveler”. Disana anda akan menemukan bagaimana banyak orang mengubah hidupnya, membangkitkan diri agar bisa menciptakan kebahagiaan, melihat jauh melampaui ketidaksempurnaan. Inilah tujuan dari penggugah sosial: menjadi bermakna bagi sesama (dan juga semesta).
Tempa Anak MudaAnak muda yang jadi aktornya. Mereka lah penentu apakah bangsa kita tetap berada dalam keterpurukan atau keluar darinya, menciptakan masa depan produktif penuh gerakan dan aksi -berakar pada gotong-royong dan kepedulian. Oleh karena itu, perlu adanya program yang bisa menyalurkan persoalan ini, menjadi wadah bagi kaum muda. Salah satunya adalah program RK Mentee. Segala dokumentasinya bisa anda lihat di website khusus RK Mentee: http://rkmentee.rumahperubahan.co.id (Googling “rk mentee”). Tujuannya menempa anak muda: agar tidak tergerus sikap menentang, mengeluh, saling menyalahkan, dan seterusnya. Membangun dan mematangkan karakter mereka.
Keinginan kuat memperbaiki masa depan datang dari mereka yang sudah selesai dengan diri. Benar! Lepas dari urusan masa lalu, mengutamakan kesejahteraan, mendahulukan kepentingan bersama, dan tidak melulu egosentris. Caranya satu: melepas belenggu pikiran sendiri dan juga sekitar. We have to fight with and conquer our minds, and others’ as well. Intinya melatih diri, terus berbenah, dan melihat jauh ke depan. Ayo anak muda! Siapa mau ambil bagian tugas mulia ini?